Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com! Create your own banner at mybannermaker.com!

EMPAT METODE TERAPI PENYEMBUHAN



Dipastikan, semua orang yang hidup di dunia tidak menginginkan kedatangan penyakit, sehingga berbagai upaya mengusirnya, namun dapatkah penyakit disembuhkan?
Kemajuan teknologi dan perkembangan budaya yang sangat pesat tidak mengurangi manusia dalam pencarian kesembuhan suatu penyakit. Bahkan tidak sedikit penyakit yang secara terang-terangan oleh kalangan medis (yang dianggap mewakili kaum modernis) tidak sanggup lagi menangani masalah-masalah derita pasien yang berada di rumah sakit. Sebut saja AIDS dan Flu Burung/Babi. Kalangan medis hanya dapat mengurangi rasa sakit bagi penderita penyakit-penyakit seperti ituAda empat metode yang paling ampuh untuk menyembuhkan suatu penyakit. Salah satunya dapat dilakukan secara terpisah, meskipun sangat baik bila ketiganya dilakukan sekaligus, yaitu:
(1) dengan gerakan/pijatan wudhu pada awal memulai aktivitas. Dilakukan tengah malam (shalat tahajut dan shalat shubuh) lebih utama;
(2) dengan bacaan shalat (pada saat duduk iftirasy disebutkan ... wa afini wa fu anni .... lakukan dengan bersunguh-sungguh. Ini suatu permintaan "untuk kesembuhan" dan kesehatan manusia yang diajarkan oleh Tuhannya.... ada uraian khusus);
(3) dengan gerakan shalat (lakukan gerakan shalat yang benar-benar sesuai dengan yang diajrkan Rasulullah SAW ... ada uraian khusus);
(4) dengan doa-doa setelah shalat atau doa dalam keadaan suci (akan ada uraian khusus).
Meskipun demikian, kalau diamati beberapa medote penyembuhan/pengobatan sudah turun-temurun sejak abad sebelum miladiah (masehi) sampai sekarang terus berkembang. Beberapa metode pengobatan/penyembuhan yang dikenal saat ini:
1. Metode Ilahiah;
b. munajat;
c. sabar, shalat, dan shadaqah.
2. Metode Sunnah;
3. Metode Alamiah;
4. Metode Barat (kedokteran)
5. Metode Timur;
6. Metode Supranatural
1. Metode Ilahiah;
Metode ini sebenarnya merupakan fitrah dalam kehidupan ‘alam’ yang tersirat dan tersurat dalam ciptaan Allah SWT. Tuhan mengajarkan kepada manusia sebagai mahluk yang berpikir tentang cara-cara menuju kepada Rabb-nya dan bagaimana menaggulangi persoalan yang bakal timbul selama menjalani pengabdian ke jalan Rabb-nya, sebagaimana ketika mahluk tersebut akan menghadapi kesakitan karena kelaparan, maka ia akan mencari makan. Tumbuhan atau pohon memerlukan perlindungan dan membutuhkan pangan nutrisi, ia selalu TaqWa, sehingga apa yang dibutuhkan, Tuhan akan kasih, bahkan tidak perlu lagi memintanya. Binatang, diberi naluri, sehingga dapat merasakan apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya dan mempunyai keinginan lainnya. Binatang setelah kebutuhannya terpenuhi, maka ia akan mencari kepuasan dengan keinginannya. Dapat dilihat, ketika binatang mendapatkan mangsa, maka akan disikat habis dan tidak memberikan kesempatan kepada ’kawannnya’.
Allah SWT menyerahkan sepenuhnya pengelolaan alam kepada manusia. Kemahabesaran-Nya menjadikan mahluk pilihan dan memuliakannya, bahkan apa pun yang diminta, akan dipenuhi. Manusia meminta satu, akan diberi sepuluh dan seterusnya. Sampai-sampai proposal kehidupan dan berbagai hal yang menyangkut hajatnya, Tuhan berikan petunjuknya. Tuhan mengatur manusia dengan petunjuknya, manusia mengatur diri sendiri, mengatur komunitasnya, dan mengatur alam lingkungannya harus dengan petunjuk Tuhan tadi. Pastikan manusia dalam mengatur kehidupannya dalam aturan Tuhan, sehingga dapat dipastikan segala hajat dan kemakmuran alam sekitarnya akan selamat. Keselamatan manusia, termasuk kepada dirinya sendiri adalah bagian dari bagaimana menjalankan pola-pola yang diberikan Tuhan. Bila lapar, maka makan, untuk mendapatkan makanan, harus mencarinya dan seterusnya. Begitu pula bila sakit, maka harus dicari penyebabnya, mengapa ia sakit. Jika tahu penyakitnya disebabkan oleh penyimpangan dalam aturan Tuhan (seperti iri dan dengki), maka harus segera minta ampun kepada-Nya. Jadi penyembuhan dengan metode Ketuhanan ada tiga:
a. melalui gerakan shalat
Shalat ibadah pokok dalam dimensi kehidupan manusia Muslim seharusnya dipandang sebagai bagian dari kelengkapan manusia itu sendiri. Jika manusia memiliki dua kaki dan dua tangan yang memiliki fungsi berbeda, maka shalat pun kelengkapan jasmani dan rohani manusia yang berdayakan manusia itu sendiri. Tubuh tanpa kaki, tidak akan dapat berjalan. Manusia tanpa shalat, tidak akan dapat membuka tabir “buku” petunjuk kehidupannya. Walhasil, manusia tanpa shalat hanya dapat membuka sampul buku petunjuk itu. Isinya, tidak dapat dibuka, apalagi membacanya, mustahil!
Ada tiga komponen penting dalam mengobatan melalui shalat yang tidak dapat dipisahkan, dua hal berbarengan dan satu hal terpisah, yaitu:
1. bersuci sebelum shalat wudhu;
2. bacaan shalat;
3. dan gerakan shalat.
Sebelum memulai shalat, harus dilakukan penyucian jiwa-raga terlebih dulu, sebagai tanda booking fie pesan tempat untuk menghadap sang Maharaja Diraja. Tanpa booking fie seorang Muslim tidak dapat tiket. Booking fie ini dilakukan bisa sekali atau berkali-kali pada saat akan melaksanakan shalat. Boleh ber-wudhu sekali untuk shalat beberapa kali, asalkan tiketnya masih berlaku (belum dibatalkan, disebabkan oleh kentut, berhubungan, dan murtad).
Bersuci ini bukan sekedar melakukan pembersihan tangan, kepala, dan kaki secara beraturan. Akan tetapi ada beberapa tahapan yang mesti dijankan, agar dalam penyucian diri diterima oleh Rabb-nya, juga mengandung nilai pembersihan yang hakiki, yaitu sebagai terapi sehat, sehingga bagi orang yang dalam keadaan sakit, dapat disembuhkan oleh Allah SWT. Demikian pula bagi yang sehat, dapat terjaga kesehatannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
• niat bersuci, ikhlash karena Allah;
• berurutan (beraturan) sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW;
• dalam memegang anggota badan yang akan disucikan, hendaknya dibarengi dengan pemijatan/penekanan.
Bersuci memegang peranan yang sangat penting dalam tahapan untuk mendirikan shalat, karena dapat mendinginkan urat di tangan yang semula kaku. Pada telapak tangan luar yang mengarah ke setiap ujung jari, terdapat ujung syaraf yang kaku/keras seperti kawat baja, halus sebesar rambut yang berfungsi untuk membuang kelebihan muatan listrik negatif dari setiap organ tubuh. Jika ujung syaraf terdapat pengapuran, maka akan menyebabkan endapat muatan listrik yang makin lama makin tinggi yang mengacaukan sensorik dan motorik, bahkan menyebabkan sel otak mendidih (dalam perangkat komputer ibarat CPU), sehingga CPU-nya semakin lama akan terbakar, disebabkan oleh kabel (aliran) listriknya mengalami konsleting. Oleh karena itu, ber-wudhu yang benar bukan sekedar membasuh dan membasahkan anggota badan tertentu, tetapi juga dilakukan pemijatan di ujung-ujung syaraf jari-jemari tangan, telinga, hidung, kepala, kaki, dan jemari kaki. Di samping untuk membuktikan organ itu cukup bersih dari kotoran yang sering menempel pada sela-sela organ tersebut. Kemudian di bagian lengan tangan, dapat diketahui terdapat kulit yang di atasnya terdapat rambut dan berjuta-juta (lubang) pori-pori, merupakan jalan ke luar bagi sisa-sisa makanan (sampah) yang harus dibuang melalui ventilasi tubuh tersebut, biasanya berupa keringat. Jika ventilasi tubuh itu tertutup, keringat tidak dapat ke luar, maka akan mengendap di dalam tubuh berupa lemak. Lemak juga akan dibawa oleh sel-sel darah ke setiap bagian tubuh. Semakin banyak lemak yang terkumpul dalam aliran darah, peredaran darah tidak akan lancar. Hal demikian yang akan berakibat buruk bagi produktivitas dan aktivitas manusia sehari-hari. Kerusakan awal tubuh manusia itu akan mengalami kerusakan terus-menerus yang berarti orang tersebut bakal mudah terjangkit suatu penyakit. Bersuci wudhu merupakan cara pemeliharaan tubuh agar tetap sehat, yaitu “selalu” menjaga ventilasi pori-pori pada organ tersebut dan memperlancar peredaran darah serta menjaga kepekaan syaraf kulit.
Dimulai dengan mencuci tangan, sangat bermanfaat untuk kegiatan sehari-hari. Tangan sebagai alat organ vital yang mengantarkan manusia dalam melakukan suatu pekerjaan, dari yang paling ringan, seperti mengambil batang korek api, sampai yang berat-berat, seperti mengangkat besi (barbel). Digunakan juga untuk menulis, berjabat tangan maupun untuk mengambil makanan. Betatapun teknologi modern yang berkembang saat ini, seperti alat berat untuk mengambil benda-benda berat (bekoo), sampai robot pencuci piring, pekerjaan tersebut harus diawasi dan disentuh dengan tangan. Berjabat tangan membutuhkan kebersihan, sehingga dalam pergaulan umum, masyarakat yang beradab akan mengutamakan kebersihan tangan yang digunakan untuk berjabatan. Apalagi dalam masyarakat tertentu yang kalau berjabat tangan sembari mencium tangan lawannya. Jadi diperlukan tangan yang bersih. Membersihkan tangan bukan secara naluriah reflek, seperti perintah otak kepada tangan untuk mengambil makanan, bila perut merasa lapar. Terbukti, tidak sedikit orang bekerja di bengkel, sawah atau tempat lain pada saat tangannya kotor, perut terasa lapar, di hadapannya ada tempe goreng, maka langsung saja diambil dengan tangan seadanya, tidak mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini terdapat perintah otak kepada tangan atas usulan perut yang sudah lapar, dengan gerakan reflek. Mencuci tangan tidak sama dengan wudhu. Mencuci tangan hal biasa sesuai dengan kebutuhan, adalah perbuatan baik. Akan tetapi wudhu mengandung nilai Ilahiah spiritual, memiliki bobot yang lebih dari mencuci tangan. Perbedaannya adalah, bahwa wudhu perintah Illahi yang wajib dan sunnah bagi yang mengerjakannya. Mencuci tangan hanya bersifat sunnah, jika disertai dengan membaca basmalah. Bila mencuci tangan tanpa diiringi karena Allah SWT, maka kaifiat kemanfaatannya adalah untuk membersihkan tangan semata. Tidak berdampat kepada kebersihan jiwa.
Melakukan penyucian lahiriah dilaksanakan dengan perlahan-lahan dengan air yang cukup, tidak terlalu berlebihan. Air yang tidak terlalu besar (jika menggunakan kran), maka akan dengan mudah meratakan air ke jari-jemari, telingga, hidung, dan kepala sembari menekan/memijat-mijat organ tubuh itu. Jari-jemari tangan yang merupakan “pusat” gelombang elektro yang dapat mengantarkannya ke berbagai jaringan organ tubuh, sehingga bila dibersihkan (dialiri air suci) akan mendinginkan organ tubuh yang semula mengalami “kepanasan/kejenuhan” akibat aktivitasnya. Demikian juga dengan mengusap kepala, hidung, telinga, serta kaki dengan disertai kontak kepada pembuat organ tubuh, maka akan menyembuhkan berbagai penyakit, seperti: pilek, flu, radang tenggorokan, radang paru, batuk, dll. Jujur, di mesjid-mesjid maupun tempat wudhu, tidak sedikit yang melaksanakan upacara bersuci “wudhu” dengan tergesa-gesa, cepat-cepat, ingin cepat selesai, apalagi kalau di belakangnya masih banyak yang mengantri. Padahal bila dilaksanakan dengan wajar, maka tidak akan terlalu lama dalam melakukan penyucian tersebut. Point wudhu ini sebagai awal dari mendirikan shalat, dapat dijadikan sebagai pengobatan pemula.
Perhatikan perbedaan jari-jemari yang terdapat pada tangan setiap orang. Pada telapak tangan bawah agak cerah, tidak ada bulu rambutnya. Sedangkan di bagian atas, berwarna agak gelap dan di beberapa tempat ditumbuhi bulu rambut. Hal ini menandai keberadaan ujung syaraf. Titik pembuangan panas tubuh yang mengendap terdapat di sela-sela syaraf motorik di antara kelingking dengan jari manis. Tanpa disadari, dengan memijat-mijat atau menggosok-gosokkannya atau menekan-nekan pada lapisan kulit akan merangsang simpul-simpul syaraf.
”… Kulit adalah tubuh kita yang terbesar. Kulit mempunyai luas 2M2, berat 3 kg (2 kali berat otak atau hati) dan mengandung 1/3 dari jumlah darah yang mengalir di dalam tubuh kita. Setiap sentimeter persegi kulit mengandung 2 sistem pencatat dingin, 12 sistem pencatat panas, 3 juta sel, rata-rata 10 helai rambut, 1 meter urat darah halus, 100 kelenjar keringat, 3.000 sel perasa, 4 meter urat syaraf, dan 25 sistem pencatat tekanan. Setiap helai rambut di kulit dapat menahan anak timbangan seberat 50-80 gram dan untuk menarik semua rambut di kepala diperlukan anak timbangan 2.000-3.000 kg. Kulit juga mempunyai beberapa alat menangkap perasaan sakit, geli, aliran udara udara di badan, sentuhan, tarikan, tekanan, panas, dan dingin, pancaran sinar gamma, rontgen, ultraviolet, kosmis, gelombang eter, inframerah, dan masih banyak lagi.” (Lukman Hakim Setiawan: Keajaiban Shalat menurut Ilmu Kesehatan Cina, hal. 55)
Firman Allah dalam Surah (5) al-Maidah: 6 disebutkan tentang tata cara bersuci akan menghadap ke haribaan-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit [yang tidak boleh kena air] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh [menurut jumhur: menyentuh adalah bersinggungan kulit atau organ tubuh secara langsung, sedang sebagian mufassirin: bersetubuh] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Bersuci wudhu yang dikerjakan dengan tumaninah perlahan-lahan dan berurutan adalah:
a. Kedua tangan dicuci sampai pada pergelangan tangan. Pencucian tersebut tidak tergesa-gesa, dari memegang ujung jari-jemari sambil dibersihkan (tentu ditekan-tekan/dipijat, hingga terasa agak lemas jarinya);
b. Berkumur-kumur, dengan memasukan air ke rongga mulut (sebaiknya ditambahkan dengan sikat gigi tanpa pasta gigi sampai terasa bersih di dalam mulutnya atau tidak ada sisa-sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi), lalu dikeluarkan airnya ke bawah, tidak disembur-semburkan ke mana-mana;
c. Rongga hidung dibersihkan, dengan mengisap sedikit air, kemudian mengeluarkannya kembali dengan hentakan nafas;
d. Membasuh muka dari dahi sampai ujung rambut di belakang, lalu mengembalikannya sampai setengah kepala;
e. Mengusap (membersihkan) telinga, dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga, menempelkan ibu jari ke belakang bagian bawahnya, lalu mengembalikannya ke atas telingga.
f. Menyiramkan (membanjur) air kedua kakinya dengan menggosok-gosokkannya atau dengan tangan.
Ber-wudhu membiasakan manusia untuk menjaga kebersihan secara teratur, minimal lima kali sehari. Kemanfaatan dari segi lahiriah adalah air yang menempel pada kulit akan meresap melalui pori-pori kulit organ tubuh dan akan membantu bagian-bagian tubuh dari kotoran, melepaskannya dan melarutkannya. Juga dapat meresapkan melekul-molekul air yang bersinggungan langsung dengan bagian-bagian tertentu yang mempunyai banyak titik syaraf dan berhubungan langsung dengan organ tubuh internal. Ion-ion molekul air yang mengandung oksigen akan membantu pemenuhan kulit terhadap oksigen baru, sehingga kulit menjadi bersih, segar, sehat, dan seperti yang baru tumbuh. Sebut saja kulit mengalami revormasi pertumbuhannya, bahkan lebih mengagumkan adalah aktivitas seusai wudhu dapat membentuk pembersihan pancaindera secara sempurna. Orang yang sering ber-wudhu (atau tidak batal wudhu anggota tubuhnya akan terjaga dari berbagai penyakit) akan bersinar anggota badannya, terutama pancainderanya.
b. Bacaan Shalat
Setelah bersuci dengan baik dan sempurna serta beraturan, maka mulailah mendirikan shalat sebagaimana dimaksud dalam keterangan di atas. Shalat yang dipraktikkan oleh kebanyakan orang adalah ibadah utama dan pertama, namun ada yang tidak memperhatikan ruh shalat itu sendiri, misalnya dilakukan dengan tergesa-gesa, baik bacaannya maupun gerakannya, sehingga shalat hanya sebagai simbol, bahwa dirinya adalah seorang Muslim seperti yang tertera di dalam KTP. Di sini tidak bermaksud menghakimi seseorang yang shalatnya seperti disebutkan tadi, bahwa mereka shalatnya salah, tidak diterima dan berbagai kecaman terhadap orang tadi.
Shalat sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah berdasarkan contoh Beliau: Shalli kama raatumuni ushalli, shalatlah sebagaimana kamu lihat aku shalat. Lalu Rasul SAW mengajarkan shalat, baik dari gerakan, bacaan maupun esensinya melalui: ucapan, perbuatan, dan diamnya. Jadi seorang Muslim mendirikan shalat sudah ada acuannnya, sehingga bagi pelaku shalat itu akan merasakan, bagaimana hakikat shalat yang sebenarnya, bahkan merasakan, “manisnya” ibadah tersebut. Sampai-sampai kalau dapat kesempatan ada waktu luang, maka seorang Muslim berkesempatan mendirikan shalat, sebagai rasa kedekatan dirinya dengan Sang Khaliknya.
Shalat sebagaimana disebutkan di atas, terdiri dari bacaan lafadz dan gerakan. Bacaan shalat dalam bahasa Arab, gerakan shalat dilakukan dengan cara biasa seseorang menggerakkan organ tubuhnya, tidak ada yang sulit untuk dikerjakan oleh seseorang yang dalam keadaan normal. Dimulai dengan berdiri tegak, menekukkan tubuh ruku’, menundukkan kepala ke tanah, dan duduk. Bacaan shalat atau lafadz mencerminkan bentuk komunikasi riil antara mahluk dengan penciptanya. Diawali dengan kesiapan hamba yang merasa kecil di hadapan Allah SWT. Setelah menuju ke tempat peraduannya, seorang hamba berdiri tegak dan mengucapkan Allahu akbar, hanya Tuhan Allah yang pantas diagungkan. Ucapan awal ini sebagai tanda kepasrahan manusia ketika akan memasuki ‘altar’ haribaannya. Ucapkanlah dengan penuh hidmat, kesungguhan, nada yang semangat, menekan pada getaran dada, panjangkan pada la, yaitu awwa ……. Hu Akbar!
Bacaan-bacaan seterusnya yang mengartikulasikan kepada:
• sumpah atau janji hamba kepada Tuhannya, bahwa hanya Dia yang pantas dipuji/dipuja;
• perjanjian sejati manusia kepada Tuhannya, bahwa ia akan menyerahkan segala apa yang ada di dalam jiwa dan raganya kepada Tuhan Allah SWT semesta alam, setia-sehidup dan mati hanya untuk-Nya. Hal ini menandai, apa pun yang diperintahkan oleh Tuhan, akan hamba kerjakan.
• Hanya kepada Allah SWT menganggap Tuhan, lainnya adalah mahluk. Tidak akan mencari Tuhan sebagai sekutu-Nya.
• Menegaskan, bahwa yang akan menghadap Allah SWT adalah seorang Muslim.
Ketika seorang Muslim sudah menghadap Tuhannya dalam shalat, maka pekerjaan apa pun atau pikiran apa pun seharusnya disingkirkan. Kalau boleh diibaratkan (meski hanya perumpamaan kecil) seseorang yang dipanggil oleh Raja, tentu dia harus konsentrasi dan menyiapkan pribadinya, sehingga pertemuan dia dengan rajanya dapat berlangsung dengan baik.
Shalat dalam pengertian komprehensip adalah bentuk gerakan (dapat menumbuhkan penyembuhan dari penyakit yang menyerupai olah raga), pengakuan aktifitas seorang Muslim kepada Tuhannya, baik laporan 1/5 harian maupun pengakuan dosa dan permohonan, agar diberi: kesehatan, rejeki, dan keselamatan. Shalat menurut bahasa adalah doa. Doa sendiri bukan shalat, tapi doa adalah permohonan hamba kepada Khaliknya. Sedangkan shalat menurut pengertian syara (hukum Islam) adalah ibadah yang terdiri atas beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dengan berbagai ucapan dan gerakan yang ditentukan melalui tuntunan Nabi SAW dan diakhiri dengan salam.
Urgensi dan kepentingan shalat yang dikerjakan oleh seorang Mukmin
dalam bentuk ucapan dapat membentuk kepribadian yang sempurna, hal ini ditunjukkan dengan peletakkan hati yang siap menghadap Tuhannya, sehingga apa saja yang diucapkan (sesuai dengan tuntunan Nabi SAW) mengandung permohonan, agar pelaku shalat disehatkan jasmaninya (wa afini, dalam duduk di antara dua sujud iftirash). Di mana letak esensi yang sesungguhnya, bahwa shalat dari segi ucapan merupakan penyembuh (obat) penyakit rohani? Allah SAW menjelaskan, shalat merupakan cara terbaik sebagai ‘penyembuh’. Disebutkan dalam al-Quran, surah al-Baqarah (2:45):
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.
Pernyataan Tuhan ini sangat dapat dipahami, tanpa tedeng aling-aling, bahwa apa pun yang menjadi kesulitan bagi manusia, cepat dirikan shalat. Bagi orang yang sudah dinyatakan sehat, maka shalat merupakan pemeliharaan kesehatan. Tentu orang-orang yang sedang menghadapi masalah dalam organ tubuhnya maupun jiwanya, pastilah ayat tersebut sebagai solusinya. Akan tetapi, timbul berbagai pertanyaan, mengapa banyak orang yang selalu mengerjakan shalat, berbagai penyakit tidak kunjung sembuh? Pertanyaan ini seharusnya dikembalikan lagi kepada seseorang yang sedang bermasalah dalam kesehatannya. Dikembalikan karena akan ditanya lagi, yaitu mana yang salah atau benarkah ayat tersebut merupakan firman allah SWT? Pasti, pasti! Ayat di atas merupakan kalamullah, pernyataan Allah, statement Allah, sehingga sudah pasti kebenarannya. Kemudian mengapa penyakit yang diderita oleh seseorang yang rajin shalat tidak kunjung sembuh? Pasti ada yang salah atau ada ketidaklengkapan dalam mengerjakan shalat. Misalnya:
i. sempurnakan wudhu;
ii. pahami bacaannya;
iii. perhatikan pakaian yang melekat dalam tubuhnya, apakah diperoleh dengan jalan halal atau tidak halal?
iv. ingatlah makanan dan minuman yang masuk ke mulut, apakah diperoleh dari cara yang halal atau tidak?
v. Perbanyak melakukan shalat, artinya bukan cukup sekali shalat, kemudian penyakit akan sembuh. Ya, dengan rido Allah SWT dapat saja penyakit itu sembuh, karena yang menyembuhkan penyakit adalah Pencipta semua yang ada di langit dan bumi.
Perhatikan ucapan-ucapan shalat secara seksama dan telitilah pengertian bacaan tersebut, agar pelaku shalat dapat memahami dan mengahayati ucapan shalat. Sebagai contoh dalam shalat magrib, 3 rakaat.
1. Mula-mula berdiri, mengucapkan perlahan-lahan dengan suara yang jelas dan enak didengarkan, bukan membentak, tidak melafalkannya dengan kesombongan, mengeras, tetapi merasa ingin bertemu dengan yang disebutkan: “Allahu Akbar!” Artinya: Allah Mahabesar. Hayati benar kemahabesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala, konsentrasi penuh, pikiran hanya tertuju kepada kemahabesaran-Nya. Pandangan kedua mata tertuju kepada tempat sujud, agak merunduk, tidak memandang atau menengadah ke depan lurus, apalagi lirik kanan dan lirik kiri, bahkan tidak memejamkan mata, kecuali sekedar kerdipan. Konsentrasi penuh seperti ini terus dilakukan sampai mengucapkan salam akhir shalat. Melafalkan (mengucapkan) bacaan shalat perlahan-lahan, tidak cepat-cepat atau terburu-buru, sampai benar-benar dirasakan panjang-pendeknya, ejaan (mahraj)-nya jelas.
2. Masih dalam rangkaian pertama, doa Iftitah: Allahu akbar kabira, Allah Mahabesar dan sempurna kebesarannya. Wa al-hamdulillahi katsira, semua pujian hanya pantas ditujukkan kepada-Nya. Wa subhanallahi bukrata wa ashila, Mahasuci Allah sepanjang pagi hingga petang. Kemudian membaca:
{inni wajahtu wajhia lilladzi fathorossamawati wal ardho hanifan wa ma ana minal musyrikin}
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang membuat tandingan (mempersekutukan) Tuhan. QS al-An’am 79
{inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil’alamin-la syarikalahu wa bidzalika umirtu wa ana minalmuslimin}
Sesungguhnya shalatku, ibadatku, kedupanku dan kematianku hanyalah untuk Allah, Tuhan pencipta semesta alam.
Tiada sekutu (tandingan) bagi-Nya dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah komunitas orang yang selalu menyerahkan diri (kepada Allah)". QS al-An’am 161-162.
Berhenti sejenak, kemudian membaca Fatihah:
1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. [saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah nama zat yang Mahasuci yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar-Rahmaan Maha Pemurah: salah satu nama Allah yang memberi pengertian, bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang ar-Rahim Maha Penyayang, bahwa Allah senantiasa bersifat rahmat yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat kepada makhluk-Nya.
2. segala puji [memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. Lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. Kita menghadapkan segala puji bagi Allah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang pantas dipuji] bagi Allah, Tuhan semesta alam [Tuhan yang ditaati yang memiliki, mendidik, dan memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya Allah Pencipta semua alam itu].
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. yang menguasai [dengan memanjangkan mim, berarti: pemilik, dapat pula dibaca dengan malik (dengan memendekkan mim) artinya: Raja] di hari Pembalasan [ hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya].
5. hanya Engkaulah yang Kami sembah [Na'budu diambil dari kata 'ibadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya] dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan [Nasta'in (minta pertolongan) terambil dari kata isti'anah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri]
6. Tunjukilah [Ihdina (tunjukilah kami) dari kata hidayat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Ayat ini bukan sekedar memberi hidayah, tetapi juga memberi taufik] kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang tersesat [semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam]
3. Dilanjutkan dengan membaca ayat sekemampuannya, misalnya surah al-Kafirun:
i. Katakanlah: Hai orang-orang kafir,
ii. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
iii. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,
iv. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
v. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah
vi. bagimu agamamu dan bagiku, agamaku.
4. Ruku’ dengan membaca: sub-ha-na robbiyal adzimi, Mahasuci Allah Yang Mahabesar. Lafalkan bacaan tersebut tiga kali secara perlahan-lahan dan seksama, tidak tergesa-gesa setelah badan/tubuh ditekuk ke depan. Mudah sekali artinya dihafal dan direnungkan serta benar-benar merasakan bacaan itu sebagai pengakuan, bahwa kita (manusia) tidak suci, tidak luput dari noda dan dosa. Hanya Dia yang Tersuci, manusia sering berbuat salah. Meski bacaan tersebut tampak sederhana dan mudah dihafal, jarang diurai mengapa Allah SWT mengaturnya dalam shalat pada bungukukan pertama dengan ‘perintah’ melafalkan bacaan tersebut. Satu hal penting buat manusia, jika ada yang memerintahkan ucapan kesucian kepada pihak lain, maka secara otomatis perintah tersebut ditujukkan kepada pihak yang disucikan, tidak bernoda, tidak cacat. Berarti pihak lain bernoda: punya dosa, punya niat jahat, punya penyakit, bahkan berkecenderungan memiliki potensi untuk sakit. Oleh karena itu, dalam ruku’ semacam ada permohonan melalui ucapan Kemahasucian Allah SWT, agar kita, paling tidak dihilangkan (disembuhkan penyakitnya) noda dan dosa, menjadi suci.
Berdiri lagi, I’tidal. Ucapkan dengan
7. dll.
Khusyu’ berati dalam menjalankan shalat memahami dan timbul kesadaran terhadap apa yang diucapkan, dilafalkan, bukan sekedar hafal bacaannya seperti yang dipahami selama ini.
Sehat adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada mahluk hidup, seperti manusia, baik berupa kegembiraan maupun kesedihan, disadari atau tidak disadari.
»»  selengkapnya...

SIA-SIAKAN CIPTAAN TUHAN, PENYAKIT GAMPANG DATANG

Jujur, jika tubuh kita diraba, maka tidak beda dengan meraba daging kerbau atau kambing. Bedanya, kalau daging hewan akan menjadi tanah kalau sudah termanfaatkan. Manusia akan menjadi tanah kalau sudah meninggal, tapi siapa yang merawat tubuh manusia sesungguhnya, kalau bukan Tuhan?
Manusia secara fitrahnya sebagai mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya, seperti Malaikat, jin, batu, tumbuhan, hewan, air, angin, api, tanah, bahkan mahluk raksasa yang ada di......

sekitar kita, seperti planet bumi, matahari dan sebangsanya. Manusia adalah bagian dari mahluk Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan lebih sempurna daripada mahluk Tuhan lainnya serta kedudukannya lebih tinggi, demikian pula mempunyai berbagai kelebihan dan banyak keistimewaanya. Sebelum Tuhan menciptakan manusia, terlebih dulu menciptakan berbagai mahluk di alam semesta. Seperti halnya, bumi, langit, hutan, lautan, gunung-gunung dan lainnya. Jadi apa saja yang Tuhan berikan (ciptakan) untuk manusia, merupakan keseriusan dalam ciptaan-Nya. Berarti, terserah manusia, mau atau tidak menjalankan berbagai aturan yang dikehendaki Tuhan yang telah dianugrahkannya, agar manusia tidak perlu lagi repot-repot mencari-cari akal dan cara hidup yang lebih baik (pandangan lain mengatakan, ikuti aturan alam atau sebagian menyebut taatihukum alam), sebab semua keinginan manusia sudah ada di alam raya. Dunia ini ibarat market, mau apa ada! Caranya pun diberitahu, Tuhan sudah memberitahu cara hidup yang selamat, jika manusia menerapkan aturan dalam diri pribadinya. Pastilah akan selamat.
Kehidupan manusia tidak lepas dari pilihan yang Tuhan paparkan di alam semesta. Ada pilihan dengan jalan memudahkan manusia untuk menemukan kebahagiaan. Ada pula pilihan dengan jalan berliku dan bergelombang, ada pula pilihan yang sangat menyulitkan manusia di kemudian hari. Persoalannya adalah ada manusia yang memilih jalan yang menyulitkan dirinya yang Tuhan sebut sebagai “maksiat, munkarat, dan musyrikat” yang akhirnya menjadi problematika dalam kehidupan yang dihadapinya. Masing-masing manusia mempunyai ukuran dan kemampuan yang berbeda untuk menangkap dan mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh faktor dalam internal dan luar eksternal, seperti: sifat, sikap, perbuatan atau lebih dikenal ahlak dan karakteristik pribadinya. Kesenangan, kegembiraan, kebahagiaan, kemuliaan, kewibawaan, kekayaan, kemenangan yang biasa disebut dengan sehat dan kesusahan, kemalangan, kekalahan, kesedihan, keterpurukan, kebangrutan dikategorikan sebagai sakit. Pandangan masa kini yang cenderung mengagungkan dunia dengan kegemerlapannya kadang-kadang menjadi ukuran seseorang dalam menilai manusia. Seseorang yang sedang menikmati kesenangan diidentikkan dengan memiliki kesehatan yang prima. Sedangkan seseorang yang dihinggapi penyakit, sering disamakan dengan memiliki kesedihan, kesusahan, dan kebangkrutan. Pandangan yang berbeda tentang penanganan masalah yang muncul dalam bentuk ‘penyakit’ menjadikan ketidaksamaan dalam mengambil solusi untuk memutuskan langkah berikutnya.


Ada yang menganggap, kebahagiaan atau kesehatan menunjukkan keberhasilan seseorang semata. Banyak orang memandang juga, suatu penyakit, disebabkan oleh faktor lahiriah saja. Sebut saja, karena kurang tidur, maka kepala pusing. Pendengaran berkurang, karena telinga kemasukan air. Sesak nafas, karena kurang olah raga, batuk-batuk terus atau perut terasa sakit, karena mengkonsumsi makanan/minuman tertentu, bayi lahir prematur, tumor otak, kanker payudara, kanker kandungan, kista dan lain-lain, karena virus, kuman, bakteri, dan jamur semata atau anak-anaknya sering mengalami sakit “panas,” bahkan sampai perceraian dalam rumah tangga. Sebenarnya, secara jujur penyebab lain dari penyakit-penyakit tersebut seharusnya diteliti lebih mendalam dan diperhatikan secara bersungguh-sungguh. Kalangan tertentu menyimpulkan, penyakit disebabkan oleh: virus, bakteri, dan kuman.
Kuman dalam pengertian yang sering mengemuka adalah bibit penyakit yang berbentuk mahluk super kecil yang memasuki tubuh manusia. Tidak salah! Akan tetapi, ada kuman yang sangat berbahaya dan disadari kehadirannya, penangkalnya pun dapat diketahui sebelumnya, sehingga seharusnya manusia tidak lagi terkena kuman tersebut. Ku(rang)(i)man. Keyakinan suatu agama jika memandang keimanan seseorang tentu tidak jauh berbeda. Iman berarti percaya kepada sesuatu yang melandasi kehidupan manusia, percaya kepada kebenaran Tuhan. Kepercayaan yang penuh akan menghilangkan keraguan atau kesulitan dalam kehidupan. Tidak jarang pada masa lalu, kehidupan orang-orang (sufi) yang hanya mengandalkan Tuhannya sebagai sumber kehidupan, sumber infirasi, sumber motivasi, sumber pemikiran, dan sumber segala sumber, mereka berusia panjang, jarang sakit (kalau boleh disebut, tidak pernah sakit). Bahkan manusia teladan alam semesta, Muhammad Shalallahu ‘Alayhi wa Salam mengalami sakit (ringan) menjelang wafat. Selama kehidupannya (63 th) Nabi sehat sepanjang usia. Peringatan Nabi disebutkan dalam haditsnya, “Sesungguhnya, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah. Jika segumpal darah tersebut baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, namun apabila segumpal darah tersebut buruk, maka seluruh tubuhnya akan menjadi buruk. Apakah yang disebut segumpal darah tersebut? Yaitu hati.”
Periangatan Nabi Muhammad SAW yang jauh-jauh hari telah dinyatakan, bahwa baik dan buruknya tubuh manusia adalah disebabkan oleh kalbu, hati. Hati adalah pengendali semua aktifitas manusia dan berkaitan dengan prilaku, perbuatan, dalam menyikapi sesuatu atau sebut saja dalam istilah religi-nya adalah ahlak atau moral. Ada yang merasa, bahwa dalam pandangan mata manusia, seseorang yang digolongkan “busuk” hatinya seharusnya “tubuhnya” juga akan tampak busuk, tetapi kenyataannya, tidak demikian. Mereka sanksi terhadap penyataan Nabi. Buktinya:
1. Para koruptor, jelas hatinya busuk, tetapi tubuhnya tampak sehat, dapat memakai jas dan dasi, penampilannya perlente, mana busuknya?
2. Penjahat-penjahat di sekeliling kita, tetap sehat badannya!
3. dan beraneka pertanyaan, seolah-olah membenarkan pendapat yang materialisme tersebut.


Jawaban dari persoalan di atas sebagai berikut:
Tuhan tidak akan mengadzab atau menyiksa atau membalas perbuatan buruk manusia (zaman) umat Nabi Muhammad SAW dengan seketika atau selang beberapa waktu, tetapi balasannya ditangguhkan di alam akhirat, kecuali perbuatan yang sangat keterlaluan. Kejadian gempa bumi, bencana alam, dan semacamnya adalah bentuk dari kekeliruan, keserakahan, dan pembangkangan manusia terhadap ketentuan (hukum alam) Tuhan melalui fenomena alam semesta. Misalnya, salah satu fungsi hutan adalah menampung air. Jika tiada hutan, maka akan terjadi banjir. Hal inilah yang harus dimengerti oleh manusia, bukan Tuhan marah (atau balas dendam kepada manusia, karena keingkarannya). Buat Tuhan tidak berarti apa-apa, jika semua manusia menentang-Nya atau beriman semuanya. Kekuasaan Tuhan tidak bertambah atau berkurang, disebabkan oleh kecenderungan mahluk-Nya.
Tuhan bisa saja dengan “kun, fa yakun’” mengganti manusia di bumi ini dengan sekejap. Demikian pula janji-Nya kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk tidak menyiksa seketika, tetapi diberinya kesempatan (untuk bertobat). Hal inilah yang tampak, bahwa koruptor, penjahat atau kaum yang kafir, tampak lahiriah memiliki tubuh/badan tidak kusut, kotor, dan sejenisnya. Meski mereka tergolong (berpotensi) manusia yang berpenyakit, dalam termonologi al-Qur’an disebut fujuroha. Sesungguhnya koruptor, maling, dan penjahat tersebut yang hatinya kotor fujuroha dalam beberapa waktu akan diberi peringatan oleh Allah SWT, peringatan berupa penyakit jasmaniah langsung yang bersangkutan (strok, darah tinggi, kanker, tumor, diabet, sesak nafas, asam urat, maupun gatal-gatal dan tidak bisa tidur) atau peringatan melalui anak-anaknya, seperti: anak-anaknya sakit-sakitan, anak-anak sulit diatur, anak-anak menyusahkan orang tuanya, anak-anak membandel, anak-anak pecandu narkoba, alkohol maupun anak-anak perokok berat, dan berbagai penyakit jasmaniah lainnya. Peringatan itu datangnya belakangan, “puasin dulu deh,” kata orang Jakarta ketika (melihat) menghadapi kemaksiatan menempel pada diri seseorang yang belum mau bertobat. Jadi hati yang busuk, lama-kelamaan jasmaniahnya pun akan ketahuan busuknya, meskipun yang bersangkutan bisa bersandiwara dengan pura-pura rajin menyumbangkan hartanya untuk kepentingan sosial, padahal ia koruptor. Jelaslah, hati yang rusak (busuk) meskipun berdasi dan berjas, tetap akan Allah SWT perlihatkan di dunia prilakunya yang menyimpang. Juga hati yang bersih takwaha meskipun penampilannya sederhana, pasti yang mencerminkan kesahajaannya.
Ragam penyakit masa kini yang tentu saja mengerikan sekaligus menakutkan, karena seolah-olah “vonis” kematian akan segera datang. Inilah penyakit masa kini yang sering dikeluhkan oleh manusia, yaitu: Raja Singa, AIDS, Leukimia, Kanker Otak, Kanker Payudara, Tumor, Stroek, Darah Tinggi, Kelebihan Kadar Gula, Sesak Nafas, Vertigo, Migrain, Epilepsi, Pengapuran Tulang, Gagal Ginjal, Flu Burung, cacat kandungan, gagal kandungan, Flu Babi, dan berbagai penyakit yang sebelumnya diyakini oleh peristiwa lahiriah sana.
Karakteristik dan aktivitas bakteri, jamur, serta virus yang mengindap dalam tubuh penderita berbeda-beda sesuai dengan ketahanan tubuh seseorang. Penyakit yang sama dalam tubuh yang berbeda, kadang-kadang tidak dapat “diobati” dengan cara yang sama, para dokter atau praktisi pengobatan hanya dapat memperkirakan cara penanggulanggannya. Pasien tidak dapat disembuhkan dengan cara yang sama seperti yang pernah diterapi pada penderita sebelumnya. Ditambah dengan ketidaksabaran penderita dalam menghadapi “ujian” menyebabkan penyakit tidak dapat disembuhkan sesuai dengan perkiraan manusia.
Penyakit yang sering menyerang manusia tersebut harus disikapi, bahwa prilaku, baik yang terasa atau tidak terasa sebenarnya memiliki andil yang sangat besar terhadap pertumbuhan penyakit. Dianalogikan dalam ilmu pengetahuan, jika seseorang mengenakan cincin berlian, lalu setiap hari terkena debu, saat itu pula debunya ditiup, maka cincin tersebut bersih kembali. Bila cincin itu terkena kotoran yang akut, misalnya aspal, maka sangat sulit membersihkan kotoran (aspal) tersebut, lalu siapakah yang dapat menghilangkan aspal dari cincin berlian itu? Jawabannya adalah "ahli berlian" saja. Demikian pula, siapakah yang dapat membersihkan kotoran hati (disebutkan dalam hadits di atas, hati bersih shaluhat, maka tiada penyakit. Hati buruk fasadat, maka akan timbul penyakit: jasmani dan rohani)....
»»  selengkapnya...

SHALAT KHUSYU': TERAPI PENYEMBUHAN PENYAKIT KRONIS



Penyakit yang sulit disembuhkan, biasanya yang bersangkutan "putus asa," namun bagi orang yang beriman, tentu akan mengambalikan persoalan penyakitnya kepada Tuhannya.

Jika makna shalat bagi kehidupan akhirat adalah banyak diketahui oleh banyak orang, karena shalat merupakan jalan menuju Tuhannya yang paling utama. Terbukti, Rasulullah Muhammad SAW ketika dipanggil Tuhannya pada saat isra’ dan mi’raj adalah untuk menyebarkan perintah shalat kepada umatnya. Seorang Mukmin akhirnya diwajibkan memunaikan shalat wajib lima kali sehari semalam. Peristiwa isra’ dan mi’raj yang menjadi tonggak sejarah bagi Mukmin untuk menunaikan kewajibannya kepada Tuhan adalah terangkum dalam makna shalat (pembahasan kronologis shalat dan isra’ dan mi’raj akan dikemukakan dalam bab tersendiri.)
Banyak risalah yang mengemukakan tentang manfaat shalat bagi kehidupan akhirat dan dunia, namun pembahasan tersebut masih terus berkembang seiring dengan diketemukan “ide-ide” tentang bukti dan testimoni dari dampak shalat. Logika orang awam pun mengalir dalam benaknya, bahwa shalat merupakan bagian dari olah raga teratur, benarkah? Olah raga juga bagian dari benteng kesehatan, benarkah? Shalat macam apa yang disebut bagian dari olah raga? Olah raga macam apa yang menjadi benteng kesehatan? Pertanyaan tersebut akan terus mengalir. Tidak menutup peluang, bila bahasan ini menjadi bagian dari khazanah pengetahuan baru bagi kita, meski sebenarnya merupakan kajian klasik yang sudah banyak diketahui oleh para ulama dan ahli, namun penulisan ini bukan sebagai temuan baru yang original. Juga bukan penulisan yang menjiplak dari risalah yang sudah ada. Memang akan terjadi pro dan kontra, bila disebut sebagai penemu awal “ Shalat Khusyu': Terapi penyembuhan.” Sekali lagi, tulisan ini tidak berpretensi mengajari kaum Mukmin dalam melaksanakan shalat khusyu’, tetapi sekedar menyampaikan risalah yang sudah ada sejak masa lampau dan penulis hanya menggalinya.... 


Shalat khusyu’ dikerjakan dengan manajemen profesional, sebagaimana dalam peristiwa kehidupan sehari-hari. Misalnya seseorang yang setiap harinya berbisnis, tentu harus memahami manajemen bisnis. Jika bisnis dikerjakan dengan cara sesukanya, maka tidak akan diperoleh hasil yang maksimal, bahkan bisa saja merugi besar. Demikian pula jika seseorang berprofesi sebagai sopir, maka dalam mengemudikan kendaraan harus sesuai dengan manajemen yang berlaku. Bila tidak demikian, maka perjalanan akan terlambat atau tidak sampai, bahkan dapat kecelakaan yang berakibat kematian. Shalat pun harus dikerjakan dengan manajemen yang sudah dipola oleh Allah SWT yang selanjutnya disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Shallu kama roatumuni usholli “shalatlah sebagaimana (manajemen) aku shalat,” katanya. Manajemen shalat berarti bagaimana dapat memperoleh shalat yang khusyu’ dan nikmat dengan berpegang teguh kepada bimbingan al-Qur’an dan tuntunan sunnah Rasulullah.



Oleh karena itu, untuk dapat mencapai shalat khusyu’ yang dapat memberikan pengaruh dan manfaat yang sangat banyak kepada pelakunya, bukanlah dilakukan dengan sambilan, asal-asalan, seadanya, sekadarnya atau biasa-biasa saja atau untuk pantas-pantas saja sebagaimana orang Islam lainnya shalat, bahkan tergesa-gesa. Shalat khusyu’ itu hanya dapat diperoleh jika dikerjakan dengan penuh persiapan, ketenangan, kesungguhan, kesabaran dan keyakinan. Modal dan langkah-langkahnya sebagai berikut:



Jadikan shalat sebagai kepentingan yang utama bukan sekedar memenuhi panggilan, karena kewajiban;


  1. Bersikap mau menerima pelajaran agama, bukan malas mendengarkan pelajaran agama, baik di majelis ta’lim, mesjid maupun siaran televisi dan radio;
  2.  Mau mempelajari ilmu yang berkaitan tentang shalat;
  3.  Memiliki disiplin tentang kegiatan shalat; 
  4.  Bertekad mau melaksanakan shalat dengan khusyu’;
  5.  Menghilangkan kebiasaan maksiat dengan biasa bertaubat;
  6.  Mulailah menghilangkan perbuatan yang tidak disenangi oleh Allah SWT dan rasul-Nya, seperti maksiat dan kebiasaan buruk lainnya, dari yang paling ringan (riya dan mubadzir), seperti suka membuang-buang makanan.
»»  selengkapnya...

KEPRIBADIAN SESEORANG PENYUMBANG TERBESAR PENYAKIT

Jika dokter dalam memberi pertolongan penyembuhan berdasarkan perkiraan ilmiah akademis, ......
sebelumnya diadakan penelitian yang mendalam, maka dijelaskan kepada publik, bahwa suatu penyakit dapat ditolong dengan obat-obatan tertentu atau belum diketemukan obatnya. Jadi ada semacam keterusterangan dalam memproses pengobatan pasiennya. Lain halnya pada pengobatan non-medis atau alaternatif, pasien diyakinkan akan tertolong dalam penyembuan. Berbeda lagi penyembuhan dengan jalan kembali ke fitrahnya, pasien harus yakin, bahwa penyakit tidak akan datang (sebagai teguran rabb-nya), bila manusia berjalan sesuai dengan fitrahnya, yakni memelihara ahlaknya.
Tampaklah, suatu penyakit yang diderita oleh seseorang adalah bukan sekedar keberadaan penyakit an-sich. Akan tetapi, perlu dikemukakan mengapa timbul penyakit itu sendiri. Diagnosa atau mencari tahu aktivitas (pasien) apa yang dilakukan sebelum terjangkit suatu penyakit, sangatlah diperlukan. Demikian pula keterusterangan (pasien) secara jujur kepada penganjur penyembuhan atau medis dalam mengungkap riwayat kehidupannya secara detail. Tentu jika berhadapan dengan medis, pasien akan bersikap biasa-biasa saja, jika ditanyakan tentang riwayat kehidupanya sebelum terjangkit penyakit. Lain halnya apabila penerapi dari non-medis mengungkap aktivitas pribadi yang prinsip, pasien akan keberatan mengungkap permasalahannya, kecuali bagi orang-orang yang sudah menganggap tiada jalan lain untuk kesembuhan, misalnya stroek berat, lumpuh berat, atau gagal ginjal atau sebangsanya, maka penderita akan ceritera dan mengakui, bahwa tahun-tahun sebelum terjangkit penyakit tersebut memang pernah melakukan perbuatan seperti apa yang diceriterakan dalam kisahnya. Padahal, mudah saja bagi Allah SWT memberi kesembuhan kepada setiap penderita suatu penyakit, asalkan manusia mau kembali kepada jalan fitrahnya, yaitu melaksanakan kemuliaan atas dirinya dan memuliakan kepada orang lain. Manusia lebih mulia daripada mahluk lainnya, seperti Malaikat, jin, dan hewan, serta langit dan bumi. Artinya, kemuliaan yang melekat kepada seseorang akan terus membungkus dalam kepribadiannya, sehingga jika seseorang telah mengalami penghinaan, perendahan martabat, penyiksaan, penganiayaan (pen-dzalim-an), maka tindakan tersebut bertantangan dangan fitrahnya. Disebutkan dalam tata pergaulan zaman sekarang adalah “hak asasi” yang melekat pada manusia, sehingga muncullah istilah “hak asasi manusia.”
Melalui terapi dan pendalaman ‘materi’ penyakit yang timbul, akan dapat dicarikan solusinya. Sungguh sangat menyinggung perasaan bagi pasien yang sudah menderita, tetapi solusi dalam penyembuhan penyakit demikian rupa, harus mengungkap prilaku dan mengetahui karakteristiknya, bukan berarti ingin mengungkit-ungkit masa silam yang penuh kejahiliahan (jika memang latar belakang pasien tersebut pernah berbuat seperti orang-orang yang hidup pada zaman Jahiliah atau primitif). Kalau untuk penyembuhan, apa boleh buat, karena dengan menyadari kekeliruan pasien pada masa silam dan mau mengubah hijrah dari kegelapan dzulumati menuju ke-Ilahiah-an, menuju jalan Allah SWT, ila nur, kembali ke fitrahnya, dengan bertaubat dan beramal shalih materi, zakat, infak, serta bersabar atas ujian (amanat) dari rabb-nya, insya Allah dapat solusi yang tepat. Sebut saja pasien masa silamnya memiliki tabiat buruk fujuraha, seperti: sering menyimpan dendam kepada: baik isteri, anak, dan ibunya atau kepada orang lain; gampang tersinggung, baik disimpan maupun bertindak tidak terpuji; maunya memberi nasihat (memaksakan) dan dianggapnya sebagai solusi yang paling tepat, tetapi orang lain tidak melaksanakannya; menggerutu; memancing-mancing kesalahan atau kemarahan orang lain; bertindak anarkhis, disengaja atau tidak, disadari atau tidak; memaksakan kehendak; ingin cepat selesai pekerjaannya, padahal mengetahui kemampuannya terbatas, berbicara membuat kemarahan orang lain atau ngodor; meremehkan atau merendahkan orang lain (sombong); tidak mendengarkan nasihat, masuk telinga kanan ke luar telinga kiri; memiliki keinginan yang tersimpan, tetapi sulit mengungkapkannya, ingin memecahkan masalah dengan kehendaknya, meskipun tidak dituruti oleh orang lain. Banyak sekali ditemui di masyarakat berbagai sifat yang berpotensi menjadi penyakit seperti di atas. Kalau diungkap keseluruhannya, tentu tidak akan selesai dalam satu buku. Sifat dan karakteristik dan tipikal manusia semacam di atas, dapat disebut sebagai penyakit rohani yang berdampak pada panyakit jasmani. Penyakit rohani hampir semua orang mengetahui, berasal dari hati qalbu seseorang, tetapi jarang diketahui, bahwa semua orang berpotensi mengindap penyakit tersebut, kalau tidak menjalankan perintah Allah SWT sesuai dengan fitrahnya, yaitu memilih di antara dua (fujuraha: penyakit dan taqwaha: sehat). Ketergelinciran seseorang ke fujuraha adalah manusiawi dengan karakteristiknya, yaitu: manusia sebagai mahluk yang tidak lepas dari kesalahan. Namun demikian, Allah SWT memberi peluang, agar setelah berbuat kesalahan cepat bertaubat, mohon ampun kepada-Nya. Taubat yang bersungguh-sungguh tawbatan nashuha akan menghapus dosa dan menghilangkan penyakit fujuraha, sehingga dikemudian hari tidak akan berpotensi memiliki penyakit-penyakit jasmaniah seperti disebutkan di atas.
Ada kasus-kasus yang terjadi di masyarakat yang cukup menarik disimak:
1. Penyakit Takkunjung Sembuh
Diceriterakan oleh seseorang atas pengakuannya, bahwa penderitaan yang cukup lama, bolak-balik berobat ke pengobatan modern, belum juga kujung sembuh. Hampir putus asa dalam menjalani terapi pengobatannya. Keputusasaan menjalani terapi ‘duniawi’ karena berbagai faktor, seperti dana semakin tidak mencukupi, malu, dan berbagai perasaan ketidakmampuan perasaan itu sendiri. Diberhentikan! Pasrah kepada Allah SWT tawakal dan berserah diri kepada-Nya dengan memperbanyak shalat malam, berdoa dll. Menurut pengakuannya, ada semacam keajaiban setelah berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan beberapa bulan kemudian badan terasa segar, sehat, dan hilang sakitnya, “berkat” shalat tahajut.
2. Stroek
Suatu ketika seseorang telah menderita penyakit yang cukup lama, berbagai pengobatan medis maupun tradisional dan orang pintar telah dilalui, namun stroek-nya belum kunjung sembuh. Datang kepada seurang ustadz yang sering menolong seseorang jika menderita sakit. Robongan keluarga pasien, terdiri atas isteri, beberapa orang anak dan cucunya menghadap kepada ustadz tadi. Sebelum dialog (terapi) dengan pasien, ditataplah pasien beberapa lama, kemudian diamati keluarga yang mengantarnya satu persatu, dari isteri, anak sampai kepada cucunya. Berkatalah ustadz tersebut kepada keluarga yang mengantar, “maaf, daripada bapak (pasien) ini ada yang mencoba membunuh pelan-pelan, bagaimana kalau kami bunuh saja sekaligus?” Sontak keluarganya berang bersahutan. “Bagaimana ustadz, kami ke sini untuk meminta tolong pengobati ayah, tetapi malah disuruh dibunuh?” Kalau begitu, kata ustadz tadi, izinkan saya berbicara berdua dengan pasien, silakan yang lain ke luar. Dialog dilakukan, akhirnya pasien mengakui ada persoalan yang mengganjal antara dia dengan salah seoranng anaknya. Ternyata salah seorang anaknya sudah menghabiskan dana orang tua dan selalu meminta modal usaha, tetapi selalu habis. Bapak (pasien) tersebut selalu menjadi pemikiran dan disimpan selama bertahun-tahun, tidak dapat mengatasi persoalan sendiri. Persoalan disimpan, tidak dimusyawarahkan, selalu menjadi pikiran, dan disesali, tetapi tidak dapat menolak permintaan.
Setelah diketahui persoalan yang menimpa pasiennya, dikumpulah keluarga pasien dan ditanya terus terang, “siapa di antara keluarga bapak yang selalu membuat repot dan memaksa bapak?” Lama berdiam, tengok kanan, tengok kiri, seolah-olah orang lain yang berbuat kesalahan. “Cepat katakan dan akui, untuk kesembuhan bapak?” Ujar ustadz tadi. Kalau tidak ada yang mengakui, maka penyakit bapak tidak akan sembuh. “Saya,” kata salah seorang anaknya. Cobalah mendekat ke bapak (di depannya), berlutut kepada bapak dan salaman, mohon ampun kepada Allah SWT (karena telah berbuat dosa) dan minta maaf kepada bapak dengan tulus ikhlas, karena Allah SWT.
Saat anak tersebut merangkul bapaknya, terdengarlah tangisan keluarga yang lain. Terasa haru dan kedamaian dalam keluarga tersebut. Beberapa hari setelah peristiwa itu, dengan izin Allah SWT bapaknya sembuh dari penyakit stroeknya.
Bila dipikirkan secara logika, apa hubungan penyakit stroek yang menahun dengan beban pikiran seseorang? Silakan temukan jawabannya sendiri.
3. Sakit Jiwa dan Tidak Mau Bicara
Seorang isteri yang bisa disebut sakit ingatan, tidak mau bicara, tidak mau mandi, dan tidak pula mengganti pakaiannya cukup lama, sampai dekil. Tampak dari raut wajahnya murung, rambutnya awut-awutan, gerangan apakah yang menyebabkan dia begitu sakit jiwa? Berbagai cara untuk menyembuhkannya telah dilakukan, tetapi hasilnya nihil. Melalui terapi seorang yang menggunakan metode “kembali kepada Pemilik penyakit dan Pemilik penyembuhannya,” maka pasien ditanya dengan bahasa batin. Tidak ada kata-kata dalam menjawabnya. Setelah diterapi tanpa ditemani oleh suaminya, pasien hanya mengisyaratkan dengan tangannya yang digerak-gerakan ke pipinya berulang-ulang. Disimpulkan, bahwa pasien telah menyimpan perasaan (jengkel) kepada suaminya yang selalu melakukan kekerasan dalam menangani persoalan rumah tangganya, sampai-sampai menempeleng, memukul kepadanya. Suaminya dalam menyelesaikan masalah selalu diakhiri dengan tindak kekerasan (KDKRT), Kasus kekerasan dalam rumah tangga. Perasaan jengkel yang dipendam terus-menerus tanpa dibicarakan dengan suaminya, karena takut atau hal lain, maka akan memanaskan urat syaraf dan memanaskan pula organ tubuh di kepala, terjadi penyumbatan pada salah satu urat syaraf motorik maupun urat syaraf lainnya yang menghambat aliran energi, sehingga penderita tersebut sulit (tidak mau) bicara, pendiam, tidak punya kemauan apa-apa, dan linglung. Setelah diketahui penyebabnya, suami diminta mengubah ahlak, sifat dan sikap, tidak mengulanginya lagi, serta mohon ampun kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada isterinya, karena Allah SWT serta memperbanyak kasih sayang kepada keluarga, terutama isterinya dengan ikhlas, ternyata penyakit isterinya tersebut dapat disembuhkan tanpa mengkonsumsi obat apa pun. Tentu saja, obatnya yang ditelan adalah kembali kepada fitrah manusia, yaitu berjalan sesuai dengan takwaha. ..... baca artikel selanjutnya
»»  selengkapnya...

Manusia tidak kebal penyakit


Penyakit berasal dari kata "sakit" yang di dalam kitab suci umat Islam dikenal dengan maridlun, merupakan anugrah yang harus disikapi dengan bijaksana oleh manusia sebagai hamba Tuhan. Dua hal yang menyebabkan orang berseberangan tentang filosofi kata sakit. Pertama bagi yang berkepentingan dengan urusan spiritual, maka orang yang sakit dapat disebut sebagai seseorang yang sedang diuji oleh Tuhannya. Kedua bagi kalangan yang hanya berpikiran urusan duniawi, logika semata, takdir, dan materialisme, maka menganggap bahwa sakit merupakan kesialan yang diterimanya. Kalangan ini sering menyalahkan orang lain atau pihak lain dalam persoalan kesialannya, namun jika memperoleh kesenangan atau kebahagiaan, mereka kerapkali menganggap, bahwa kebahagiaan tersebut berasal dari kerja kerasnya.
Penyakit atau “sakit” adalah kata sifat, tentunya digolongkan kepada kata yang tidak tampak, seperti kata benda: meja, kursi, dan air. Mengingat keberadaan katanya saja sudah disebut tidak tampak, maka termasuk persoalan gaib. Gaib dalam ajaran kitab suci umat Islam lawannya nyata. Perkara gaib hanya dapat diketahui oleh Tuhan atau oleh umat yang diizinkan Tuhan untuk melihatnya. Melihat kegaiban dapat digunakan dengan dua cara, yaitu alat yang dibuat oleh manusia, seperti melihat gelombang elektromagnetik (termasuk gaib) dan yainkan oleh Tuhan untuk melihatnya seperti hamba pilihan dapat melihat malaikat dan jin.
Sakit yang termasuk persoalan gaib sebenarnya berasal dari aktivitas kegaiban. Hanya ada indicator yang dapat diperhatikan melalui prilaku, gerakan, dan ahlak. Indikator-indikator tersebut sebenarnya dapat dirasakan oleh setiap manusia. Ada yang merasakan indicator, ada yang tidak merasakannya, ada pula yang pura-pura tidak merasakan indicator kegaiban tersebut. Sebenarnya indicator tentang kegaiban “penyakit” dapat dilalui oleh manusia, asalkan manusia menyadari eksistensinya, seperti:
a. dari mana manusia hidup;
b. untuk apa manusia dihidupkan;
c. mau ke mana manusia yang hidup;
d. setelah hidup, kemudian mati, ada apa dengan kematian.
Jika ditilik keempat hal tersebut, maka manusia sebenarnya akan menyadari
dari mana ia bersal dan siapa yang memberinya kehidupan. Kehidupan yang berasal dari kata hidup, belum ada yang dapat mendefinisikannya. “Apakah arti hidup?” Mengingat persoalan hidup juga termasuk gaib, sehingga sulit mencari definisinya.
Semua manusia mempunyai keinginan agar kehidupannya mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, namun ada yang memilih jalan untuk kehidupan dunia semata, artinya berpuas-puas dengan kehidupan dunia, tanpa peduli dengan kehidupan kelanjutannya di akhirat. Padahal kehidupan di dunia hanya sebentar (sementara), jarang manusia yang mencapai usia lebih dari 100 tahun. Usia 80 tahun juga sangat menyulitkan dirinya, keluarganya, dan orang lain, apalagi 100 tahun. Berapa harga sebuat usia, berapa harga suatu kesenangan, berapa harga sebuah kesombongan, dan berapa harga suatu kehabagiaan di dunia? Pertanyaan ini sering timbul dari pihak-pihak yang sedang menjalani kesederhanaan dalam kehidupan. Sesungguhnya kehidupan tidak dapat dikendalikan oleh nilai material kebahagiaan, karena kebahagiaan termasuk permasalahan gaib yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang tidak dapat dipaksakan. Kehidupan kadang-kadang dapat dihentikan oleh penyakit sesaat. Ada yang hidup dengan berbagai kemewahan, tidak pernah sakit, bebas, puas dan bringas, seperti Fir’aun sepanjang usia mencapai kesenangan, lalu sedikit saja diberi kesakitan….yaitu ketika ditenggelamkan oleh Tuhannya di laut, merasakan kesakitan yang mendalam… menjelang sakaratul maut, Fir’aun mengakui Tuhan yang disembah Nabi Musa AS. Fir’aun seakan-akan hidup dalam kesakitan selamanya, lupa sepanjang hidup yang telah dilaluinya selalu sehat dan bugar. Memang aklhirnya Fir’aun ditimpa kesakitan selamanya, yaitu siksaan (balasan bagi orang yang mengingkari Ketuhanan Allah SWT) di alam akhirat.
Memang kadang-kadang manusia terlupakan, jika sepanjang usia sehat, lalu sakit sejenak, maka seolah-olah sepanjang hidupnya sakit terus, sampailah berputus asa, menyalahkan pihak lain, menyalahkan siapa saja, bahkan (a’udubillah) kepada Tuhannya. Berbagai factor penyebab penyakit, jika dihimpun dalam satu wadah, maka wadah tersebut disebut ahlak. Tuhan jelaskan kepada manusia melalui utusan-Nya yang mulia, Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan “menyempurnakan ahlak manusia.” Bila ahlak sudah baik, maka bukan hanya sebagai wacana, tapi harus disesuaikan dengan ahlak Nabi SAW. Percontohan ahlak di luar pribadi Rasulullah SAW adalah tidak diizinkan oleh Tuhan. Ahlah Nabi SAW yang tercermin dalam prilaku dan ucapannya dapat dilihat di al-Qur’an dan as-Sunnah Nabawiah. Sebuah wadah yang disebut ahlak, isinya dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan perintah untuk dikerjakan dan golongan larangan untuk ditinggalkan. Golongan perintah untuk dikerjakan seperti berbuat baik kepada semua mahluk Tuhan, berupa ucapan yang bijak dengan niat (dalam hati) yang baik dan prilaku yang tidak menimbulkan orang lain menderita. Tiga ajaran Nabi Muhammad SAW tentang kebaikan tersebut tidak dapat dikurangi (niat, ucapan, dan tindakan). Demikian pula larangan, baik larangan berat yang sifatnya haram maupun larangan ringan, seperti makruh. Adakalanya, larangan yag sangat ringan dapat berpotensi menjadi larangan berat. Artinya tindakan yang tidak baik maupun tidak terpuji yang paling ringan, seperti kebiasaan memasuki rumah/kantor/mesjid dengan langkah kaki kiri, meludah ke kanan, tidak menghormati orang lain, melamun dengan kesendiriannya, akan berpotensi mengundang penyakit. Berpikiran jelek (dalam lamunan), akan dimasuki oleh virus-virus yang berpotensi menjadi bibit penyakit. Virus yang sering disebutkan oleh kalangan medis adalah penyebarannya sangat cepat dan tidak dapat dilihat oleh kasat mata (gaib). Boleh jadi virus yang gaib tersebut berjalan seperti gelombang eletromagnetik yang juga tidak dapat dilihat oleh kasat mata. Demikian pula Jin yang sering disebut sebagai mahluk gaib, juga diduga berjalan seperti gelombang elektromagnetik.
So, penyakit datang karena manusia tidak memperhatikan ahlak binaan Nabi Muhammad SAW, yaitu ahlak mulia. Tidak terasa atau tidak disadarinya, bahwa suatu kegiatan sering bertentangan dengan kemuliaan (ahlak) manusia, maka Tuhan mengujinya dengan penyakit yang sesuai prilaku yang pernah diperbuatnya. Ada dalam kepercayaan di suatu komunitas yang disebut karma (pembalasan dari suatu perbuatan), sehingga anggota komunitas tersebut tidak berani berbuat yang melanggar norma setempat. Demikian pula di dalam masyarakat yang memegang penuh adapt-istiadat, seperti suku-suku pedalaman dan suku-suku asli suatu komunitas yang menjalankan kehidupannya secara sederhana, “tidak” berani berbuat melanggar adat-istiadatnya, karena akan terjadi suatu bencana massal.
Ajaran-ajaran di Mesir kuno, suku Baduy (Jawa Barat) di Indonesia, suku Dayak di Kalimantan, dan suku-suku dibelahan dunia lainnya, seperti di tanah Arab dan Yunani yang lekat dengan kepercayaan animisme dan dinamisme telah disempurnakan dan diperbaiki dengan kehadiran ajaran ahlak yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW….. bersambung…
»»  selengkapnya...

Penyembuhan dengan Herbal

Beberapa metode yang kini popular dalam penyembuhan suatu penyakit, yaitu: (a) pengobatan medis oleh dokter, baik di rumah sakit maupun di klinik (dokter praktik); (b) pengobatan non-medis yang terbagi dalam (i) terapi sendiri


(Anda dapat melakukannya setelah konsultasi dengan kami); (ii) terapi air (diajarkan oleh ulama); (iii) terapi herbal (dapat diperoleh dengan meneruskan membaca website ini); (iv) terapi olah raga; (v) dukun /kahin/paranormal dll. (tidak dibenarkan oleh syariat Islam).


Metode yang (v) agar dihindari, karena menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan akidah Muslim. Caranya pun biasanya tidak logis (sim salabim aba kadabrak).. dibantu oleh mahluk halus yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam.


Bagi seorang Muslim, tentu neginginkan penyembuhan suatu penyakit dengan cara yang diajarkan oleh kitab sucinya. Tinggal memilih di antara terapi yang disebutkan di atas.


Metode penyembuhan dengan diri sendiri, tentu tanpa mengeluarkan biaya.
»»  selengkapnya...

MENGAPA HARUS ADA PNPM?

Harapan masyarakat Cisaranten Endah terhadap mahluk PNPM tidak sekonyong-konyong datang, tetapi sudah terukir lama di dalam benak masyarakat.
»»  selengkapnya...
 
Converted by Ritesh Sanap | Sponsored by Downloaddeck.com Powered by Giant Themes